Minggu, 07 April 2013

Sunnatullah materi pendidikan agama islam



SUNNATULLAH 
Kata Pengantar
          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tepat pada waktunya. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih memahami tentang islam dan sunnatullah.
            Dalam penyelesaian makalah ini, kami sedikit mengalami kesulitan. Salah satunya disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu dalam pencarian data dan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
            Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
            Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri bagi generasi muda bahwa kita juga harus mengetahui hukum-hukum agama salah satunya islam dan sunnatullah.

Tim Penyusun


1.      Latar Belakang
Allah SWT menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Di langit ada bintang-bintang, mentari, dan mahkluk angkasa lainnya. Di bumi Allah SWT menciptakan lautan, gunung, binatang, manusia, dan lain sebagainya. Semua ciptaan Allah tersebut hidup dalam keteraturan, keharmonisan dan keserasian.
Coba lihat perputaran matahari, planet dan bulan, mereka tetap berjalan pada porosnya. Tidak berbenturan satu sama lainnya. Seandainya semua itu tidak ada yang mengaturnya tentu akan hancur, dan bumi pun juga akan musnah. Tetapi semua tidak terjadi. Coba bayangkan seandainya dibumi tidak ada malam, niscaya daerah kutup akan mencair, volume lautan meningkat dan lain sebagainya. Seandainya bumi terus-menrus dalam keadaan malam, sinar mentari tidak ada, suhu bumi berada pada posisi nol derajat celsius sudah dapat dipastikan dunia akan beku. Dan begitu seterusnya.
Begitupun dengan kehidupan sosial, penuh dengan keharmonisan dan keteraturan. Ada kaya, ada miskin, ada kuat ada lemah. Dan lain sebagainya. Bisa dibayangkan seandainya manusia semua kaya, pasti tidak ada yang mau jadi tukang becak, tidak ada tukang cuci, tidak ada angkot dan lain sebagainya. Kehidupan tidak akan indah dan harmonis. Kaya tidak ada artinya, kuat tidak bermakna. Adanya kaya, miskin, kuat, lemah, sehat, sakit, tinggi pendek, pintar, bodoh, gelap, terang, baik, buruk, air mengalir dari tempat tinggi ketempat rendah dan seterusnya merupakan ketetapan Allah yang berlaku sepanjang masa pada kehidupan kemasyarakatan. Ketetapan itu disebut dengan hukum-hukum alam, hukum kemasyarakatan atau sunnatullah. Ketetapan itu tidak berubah dan beralih sebagaimana yang disinyalir dalam banyak ayat al-Qur'an.





2.      Pembahasan
2.1  Pengertian Sunnatullah
Sunnatullah berarti tradisi Allah dalam melaksanakan ketetapanNya sebagai Rabb yang terlaksana di alam semesta atau dalam bahasa akademis disebut hukum alam. Sunnah atau ketetapan Allah antara lain:
·      Selalu ada dua kondisi saling ekstrem (surga-neraka, benar-salah, baik-buruk)
·      Segala sesuatu diciptakan berpasangan (dua entitas atau lebih). Saling cocok maupun saling bertolakan.
·      Selalu terjadi pergantian dan perubahan antara dua kondisi yang saling berbeda.
·      Perubahan, penciptaan maupun penghancuran selalu melewati proses.
·      Alam diciptakan dengan keteraturan.
·      Alam diciptakan dalam keadaan seimbang.
·      Alam diciptakan terus berkembang.
·      Setiap terjadi kerusakan di alam manusia, Allah mengutus seorang utusan untuk memberi peringatan atau memperbaiki kerusakan tersebut.
Sunnatullah terdiri dua suku kata, yaitu sunnah dan Allah. Sunnah artinya adalah kebiasaan. Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan-ketetapan Allah. Kata sunnatullah dan yang sejenisnya seperti sunnatuna, sunnatu al-awwalin terulang sebanyak tiga belas kali dalam al-Qur'an. Jika dipukulratakan secara statistik, semua kata tersebut berbicara dalam konteks kemasyarakatan.
Sunnatullah atau disebut juga dengan hukum alam, hukum kemasyarakat-an, atau ketetapan-ketetapan Allah menyangkut situasi kemasyarakatan, tidak dapat dialihkan dan diubah oleh siapapun. Sunnatullah ini sudah berlaku pada umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW dan berlaku secara umum serta terus-menerus terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam al-Qur'an yang berbunyi
... فهل ينظرون إلا سنت الله الأولين فلن تجد لسنة الله تبديلا ولن تجد لسنة الله تحويلا.
Artinya: …tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu.
سنة الله التي قد خلت من قبل ولن تجد لسنة الله تبديلا
Artinya: sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. Sebenarnya masih banyak lagi ayat al-Qur'an yang membahas masalah ini. Dan semua ayat tersebut berbicara dalam konteks kemasyaratan.
Al-Qur'an merupakan kitab pertama kali yang membicarakan tentang hukum alam (sunnatullah). Uraian al-Qur'an tentang hukum kemasyarakatan, hukum alam atau sunnatullah wajar, karena al-Qur'an merupakan kitab suci dan transenden yang berfungsi mengeluarkan manusia dari gelap-gulita (al-dhulumat) menuju terang benderang (al-nur).
2.2  Macam – Macam Sunnatullah
Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu
1.  Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2.  Kedua-duanya dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum lainnya.
Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam Al Qur’an dikatakan bahwa barang siapa yang beriman dan beramal saleh, pasti akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Selain memiliki persamaan, keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di alam, dapat diukur. Lain halnya dengan sunnatullah yang ada dalam AL-Qur’an. Walaupun hal itu pasti terjadi, tetapi tidak diketahui secara pasti kapan waktunya.
2.3  Ciri – Ciri Sunnatullah
Wujud dan ciri hukum Allah/ sunnatullah
a. Hukum yang diwahyukan/ditulis
Hukum tertulis ini adalah yang diwahyukan Allah kepada para nabi dan rasul yang terhimpun dalam kitab suci dengan ciri ciri :
1. Melibatkan manusia dengan hak pilihnya (yang baik dan yang buruk).
2. Time responsnya (cepat reaksi waktunya) panjang, mungkin lebih panjang dari usia manusia, bahkan sampai masa kehidupan akhirat, oleh karena itu perlu iman/percaya.
3. Dan sebagiannya, terlihat dari perjalanan sejarah kemanusiaan (bagaimana akibat orang yang durhaka dan bagaimana dampaknya)
b. Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis
Hukum tak tertulis ini ialah hukum yang tidak diwahyukan oleh Allah kepada nabi atau rasul, dengan ciri:
1. Tidak melibatkan manusia dalam proses berlakunya kemerdekaan manusia tidak mempengaruhi hukum itu.
2. Time responnya pendek, lebih pendek dari manusia.
3. Dapat dibuktikan dengan pengamatan manusia dan dengan jalan eksperimen (oleh karena itu, Allah mmerintahkan manusia untuk mengadakan penyelidikan terhadap kejadian dan keadaan di alam ini).
2.4  Sifat-Sifat Sunnatullah
Ada tiga sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam Al-Qur’an yang dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian.
Ketiga sifat itu adalah : 1) Pasti,  2) Tetap, dan  3) Objektif
Sifat sunnatullah pertama adalah ketetapan, ketentuan, atau kepastian, sebagaimana diutarakan dalam Al-Qur’an berikut ini :
Q.S, Al-Furqon (25): 2, yang artinya :
“Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”
Q.S At-Thalaq (65) : 3 yang artinya :
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi tiap sesuatu”
Sifat sunnatullah yang pasti, tentu akan menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana. Seseorang yang memanfaatkan sunnatullah dalam merencanakan satu pekerjaan yang besar, tidak perlu ragu akan ketetapan perhitungannya dan setiap orang yang mengikuti dengan cermat ketentuan-ketentuan yang sudah pasti itu bisa melihat hasil pekerjaan yang dilakukannya. Karena itu pula, keberhasilan suatu pekerjaan (usaha atau amal) dapat diperkirakan lebih dahulu. Jika dalam pelaksanaannya suatu rencana atau pekerjaan orang itu kurang atau tidak berhasil, dapat dipastikan perhitungannya yang salah bukan kepastian atau ketentuan yang terdapat dalam sunnatullah. Manusia yang salah membuat suatu perhitungan atau perencanaan dengan mudah dapat menelusuri kesalahan perhitungan dalam perencanaannya.
Sifat sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.
Sifat ini diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut :
Q.S  Al-Isro (17): 77, yang artinya :
“Dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu”. Sifat itu selalu terbukti dalam praktek, sehingga seseorang perencana dapat menghindari kerugian yang mungkin terjadi kalau rencana dilaksanankan. Dengan sifat sunnatullah yang tidak berubah-ubah itu seorang ilmuan dapat memperkirakan gejala alam yang terjadi dan memanfaatkan gejala alam itu. Karena itu seorang ilmuan dengan mudah memahami gejala alam yang satu dikaitkan dengan gejala alam yang lain yang senantiasa mempunyai hubungan yang konsisten.
Sifat sunnatullah yang ketiga adalah obyektif. Sifat ini tergambar pada firman Allah sebagai berikut :
Q.S. Al-Anbiya (21): 105, yang artinya :
bahwasanya dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh”
Q.S Ar-Rad (13): 11, yang artinya :
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada oleh mereka sendiri”.
Saleh, artinya baik atau benar. Orang yang baik dan benar adalah “orang yang bekerja menurut sunnatullah”. Jadi sunnatullah-lah yang menjadi ukuran kebaikan dan kebenaran itu. Orang yang berkarya sesuai atau menurut sunnatullah adalah orang yang “saleh“ atau orang yang baik dan benar. Kesalehan yang dikarenakan telah menepati sunnatullah merupakan kesalehan umum (universal). Kesalehan universal ini sebagai sifat objektif secara / keilmuan, yang biasanya sangat signifikan dijumpai dikalangan para pengembang IPTEK dan para intelektual lainnya. Mereka amat disiplin untuk mengikuti logika cerdas dan sehat dibantu dengan upaya pembuktiaan hipotesis yaitu penelitian (istiqra). Dengan demikian kebenaran yang terdapat dalam sunnatullah adalah kebenaran objektif, berlaku bagi siapa saja dan dimana saja. Untuk memperoleh predikat manusia saleh sekedar mentaati sunnatullah, berlaku pada semua manusia tidak terbatas bagi kaum agamis semata sebab, bagi yang tidak berkarya sebagaimana menurut keharusan aturan-aturan sunnatullah, seperti pemalas, tidak menempati prinsip kerja yang efektif-efisien-produktif dan lain-lain, tidak akan mendapat keberuntungan.
Dengan demikian sunnatullah itu berlaku objektif, karena tidak dipandang saleh bagi orang islam (misalnya) yang ingin kaya tapi pemalas. Karena orang islam tersebut tidak saleh terhadap sunnatullah.

2.5  Sunnatullah dan Alam Semesta
Takdir Allah pada Alam (Sunnatullah tentang alam) : Akurasi Ketundukan Positif. Taqdir Allah pada alam berupa sunnatullah (hukum Allah) yaitu ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tentang alam yang dapat dibaca ayat-ayat-Nya (tanda-tandanya) pada ketundukan alam dan pada ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa itu.
خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ الَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى الَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِى ِلأَجَلٍ مُسَمًّى أَلاَهُوَالْعَزِيْزُ الْعغَفَّارُ
Dia menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dia melingkupkan malam atas siang dan melingkupkan siang atas malam. Dia menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada kadar waktu yang telah ditentukan. Ingatlah ! Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. 39/Az-Zumar : 5)
وَالشَّمْسُ تَجْرِى لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذاَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ
 Dan matahari bergerak pada garis edarnya. Demikian itu taqdir Allah yang Mahakuasa lagi Maha Mengetahui(QS. 36: Yaasiin Ayat : 38)
وَالْقَمَرَ قدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقديْمِ
Dan bulan Kami taqdirkan pula tempat-tempat edarnya. Sehingga manakala ia sampai ke tempat edar yang terakhir, ia kembali mengecil, melengkung seperti tandan tua (QS. 36: Yaasiin Ayat : 37)
لاَالشَّمْسُ يَنْبَغِى لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلاَ اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِوَكُلٌّ فِى فَلَكٍ يَسْبَحُوْنَ
Tidak mungkin matahari mencuri langkah mencapai kecepatan bulan, dan tanda-tanda malampun tidak dapat mendahului tanda-tanda siang. Masing-masing pada garis edarnya bertasbih (QS. 36: Yaasiin Ayat : 39)
Bertasbihnya alam sebagaimana matahari bergerak pada garis edarnya adalah ketundukan akurat pada ketentuan taqdir (sunnatullah) tentang alam. Ketundukan alam sedemikian itulah akurasi ketundukan positif pada taqdir Allah. Itu pula shalatnya alam kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.
ثُمَّ اسْتَوَىإِلَى السَّمَآءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِْلأَرْضِ ائْتِيَاطَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أًتَيْنَاطَآئِعِيْنَ
Kemudian Dia menyempurnakan penciptaan langit, ketika itu masih merupakan gas seperti awan. Lalu Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman kepadanya dan kepada bumi sekaligus : "Datanglah kalian keduanya baik dengan jalan taat maupun dalam keadaan terpaksa" Keduanya menjawab : "Kami datang dengan taat" (QS. 41/Fushshilat : 11).
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَنْ فِى السَّماوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَآفَّاتٍ كُلُّ قَدْ عَلِمَ صَلاَتَهُ وَتَسْبِيْحَهُ وَاللهُ عَلِيْمٌ بِمَايَفْعَلُوْنَ
Apakah kau tidak (mau) tahu bahwasanya Allahlah yang pada-Nya segala yang ada di langit dan di bumi bertasbih memahasucikan. Juga burung burung dengan mengembangkan sayapnya di udara. Masing-masingnya sungguh tahu shalat dan tasbihnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS/24 : An-Nuur : 41).

2.6  Sunnatullah dan Pengertian Amal Shaleh
Dari ayat-ayat al-Qur’an di bawah, dapat pula disimpulkan pengertian amal shaleh.
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasannya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shaleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah Allah. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.” (QS 21:105-107)
      Jika shaleh itu artinya baik atau benar, maka ukuran kebaikan dan kebenaran itu harus dirujukkan kepada sunnatullah, sehingga amal shaleh atau amal yang baik atau benar berarti, tidak bisa tidak melainkan, karya yang sesuai atau menuruti sunnatullah. Maka setiap karya atau usaha yang tidak sesuai dengan atau tidak mematuhi sunnatullah pasti tidak akan berhasil dengan baik karena bukan amal yang shaleh. Tidak suksesnya umat islam sekarang ini dalam menguasai dunia, jelas membuktikan bahwa mereka belum beramal sesuai dengan sunnatullah. Dengan perkataan lain, umat kita belum beramal shaleh, secara optimal dan tepat sebagaimana tuntunan al-Qur’an, walaupun barangkali sudah beriman.
      Suatu kenyataan lain dapat dilihat pada ayat diatas. Dalam kebanyakan ayat al-Qur’an, perkataan iman selalu digandengkan Allah dengan amal shaleh, sehingga kebanyakan orang sering memahamkan bahwa amal shaleh tidak mungkin dipisahkan dengan iman seyogyanya setiap orang yang betul-betul beriman mesti akan beramal shaleh, karena iman yang benar pasti akan menjadi pendorong utama untuk melakukan amal shaleh tersebut. Namun, hal yang ideal ini tidak selamanya terdapat didalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, sebaliknya, betapa banyak orang yang mengaku beriman, tetapi dalam praktik hidupnya tidak mampu atau tidak sudi beramal shaleh, karena amal shaleh hanya mungkin dilakukan jika mengerti dahulu sunnatullah ini, baik yang diwahyukan apalagi yang tidak diwahyukan. Maka, umat islam generasi sesudah Rasul Allah dahulu telah memajukkan sains dan teknologi demi dapat melakukan amal shaleh dalam bidang sunnatullah yang tidak diwahyukan (ayat-ayat qauniyah) ini.
      Suatu kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang belum resmi mengaku beragama islam namun didalam menangani masalah dunia mereka lebih mampu, seperti bangsa-bangsa Amerika, Eropa Barat, Jepang, dan lainlainnya.





3.      Kesimpulan
Sunnatullah terdiri dua suku kata, yaitu sunnah dan Allah. Sunnah artinya adalah kebiasaan. Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan-ketetapan Allah.
Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Ada tiga sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam Al-Qur’an yang dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian.
Ketiga sifat itu adalah : 1) Pasti,  2) Tetap, dan  3) Objektif
Sifat sunnatullah pertama adalah ketetapan, ketentuan, atau kepastian.
Sifat sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.
Sifat sunnatullah yang ketiga adalah obyektif.
Taqdir Allah pada alam berupa sunnatullah (hukum Allah) yaitu ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tentang alam yang dapat dibaca ayat-ayat-Nya (tanda-tandanya) pada ketundukan alam dan pada ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa itu.
Wujud dan ciri hukum Allah/ sunnatullah
a. Hukum yang diwahyukan/ditulis
Hukum tertulis ini adalah yang diwahyukan Allah kepada para nabi dan rasul yang terhimpun dalam kitab suci
b. Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis
Hukum tak tertulis ini ialah hukum yang tidak diwahyukan oleh Allah kepada nabi atau rasul.
Shaleh itu artinya baik atau benar, maka ukuran kebaikan dan kebenaran itu harus dirujukkan kepada sunnatullah, sehingga amal shaleh atau amal yang baik atau benar berarti, tidak bisa tidak melainkan, karya yang sesuai atau menuruti sunnatullah. Maka setiap karya atau usaha yang tidak sesuai dengan atau tidak mematuhi sunnatullah pasti tidak akan berhasil dengan baik karena bukan amal yang shaleh.




 
4.      Referensi

Klasfikasi Kandungan Al-Qur’an Lux 1 Oleh Choiruddin, S.P

1 komentar: