SUNNATULLAH
Kata
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tepat pada
waktunya. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih memahami
tentang islam dan sunnatullah.
Dalam
penyelesaian makalah ini, kami sedikit mengalami kesulitan. Salah satunya
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu dalam pencarian
data dan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami sadar, sebagai seorang
mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di
masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang
sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri bagi generasi muda bahwa kita
juga harus mengetahui hukum-hukum agama salah satunya islam dan sunnatullah.
Tim Penyusun
1.
Latar
Belakang
Allah SWT menciptakan langit dan bumi
beserta isinya. Di langit ada bintang-bintang, mentari, dan mahkluk angkasa
lainnya. Di bumi Allah SWT menciptakan lautan, gunung, binatang, manusia, dan
lain sebagainya. Semua ciptaan Allah tersebut hidup dalam keteraturan, keharmonisan
dan keserasian.
Coba lihat perputaran matahari, planet
dan bulan, mereka tetap berjalan pada porosnya. Tidak berbenturan satu sama
lainnya. Seandainya semua itu tidak ada yang mengaturnya tentu akan hancur, dan
bumi pun juga akan musnah. Tetapi semua tidak terjadi. Coba bayangkan
seandainya dibumi tidak ada malam, niscaya daerah kutup akan mencair, volume
lautan meningkat dan lain sebagainya. Seandainya bumi terus-menrus dalam
keadaan malam, sinar mentari tidak ada, suhu bumi berada pada posisi nol derajat
celsius sudah dapat dipastikan dunia akan beku. Dan begitu seterusnya.
Begitupun dengan kehidupan sosial, penuh
dengan keharmonisan dan keteraturan. Ada kaya, ada miskin, ada kuat ada lemah.
Dan lain sebagainya. Bisa dibayangkan seandainya manusia semua kaya, pasti
tidak ada yang mau jadi tukang becak, tidak ada tukang cuci, tidak ada angkot
dan lain sebagainya. Kehidupan tidak akan indah dan harmonis. Kaya tidak ada
artinya, kuat tidak bermakna. Adanya kaya, miskin, kuat, lemah, sehat, sakit,
tinggi pendek, pintar, bodoh, gelap, terang, baik, buruk, air mengalir dari
tempat tinggi ketempat rendah dan seterusnya merupakan ketetapan Allah yang
berlaku sepanjang masa pada kehidupan kemasyarakatan. Ketetapan itu disebut
dengan hukum-hukum alam, hukum kemasyarakatan atau sunnatullah. Ketetapan itu
tidak berubah dan beralih sebagaimana yang disinyalir dalam banyak ayat
al-Qur'an.
2.
Pembahasan
2.1
Pengertian
Sunnatullah
Sunnatullah
berarti tradisi Allah dalam melaksanakan ketetapanNya sebagai Rabb
yang terlaksana di alam semesta atau dalam bahasa akademis disebut hukum alam.
Sunnah atau ketetapan Allah antara lain:
· Selalu
ada dua kondisi saling ekstrem (surga-neraka, benar-salah, baik-buruk)
· Segala
sesuatu diciptakan berpasangan (dua entitas atau lebih). Saling cocok maupun
saling bertolakan.
· Selalu
terjadi pergantian dan perubahan antara dua kondisi yang saling berbeda.
· Perubahan,
penciptaan maupun penghancuran selalu melewati proses.
· Alam
diciptakan dengan keteraturan.
· Alam
diciptakan dalam keadaan seimbang.
· Alam
diciptakan terus berkembang.
· Setiap
terjadi kerusakan di alam manusia, Allah mengutus seorang utusan untuk memberi
peringatan atau memperbaiki kerusakan tersebut.
Sunnatullah terdiri dua suku kata, yaitu
sunnah dan Allah. Sunnah artinya adalah kebiasaan. Jadi sunnatullah adalah
kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan-ketetapan Allah. Kata sunnatullah dan yang
sejenisnya seperti sunnatuna, sunnatu al-awwalin terulang sebanyak tiga belas
kali dalam al-Qur'an. Jika dipukulratakan secara statistik, semua kata tersebut
berbicara dalam konteks kemasyarakatan.
Sunnatullah atau disebut juga
dengan hukum alam, hukum kemasyarakat-an, atau ketetapan-ketetapan Allah
menyangkut situasi kemasyarakatan, tidak dapat dialihkan dan diubah oleh
siapapun. Sunnatullah ini sudah berlaku pada umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad
SAW dan berlaku secara umum serta terus-menerus terjadi. Hal ini dapat dilihat
dalam al-Qur'an yang berbunyi
...
فهل ينظرون إلا سنت الله الأولين فلن تجد
لسنة الله تبديلا ولن تجد لسنة الله تحويلا.
Artinya: …tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu.
Artinya: …tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu.
سنة الله التي قد خلت من قبل ولن تجد لسنة
الله تبديلا
Artinya:
sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali
tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. Sebenarnya masih banyak
lagi ayat al-Qur'an yang membahas masalah ini. Dan semua ayat tersebut berbicara
dalam konteks kemasyaratan.
Al-Qur'an
merupakan kitab pertama kali yang membicarakan tentang hukum alam
(sunnatullah). Uraian al-Qur'an tentang hukum kemasyarakatan, hukum alam atau
sunnatullah wajar, karena al-Qur'an merupakan kitab suci dan transenden yang
berfungsi mengeluarkan manusia dari gelap-gulita (al-dhulumat) menuju terang
benderang (al-nur).
2.2
Macam
– Macam Sunnatullah
Sunnatullah
terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa
wahyu yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak
tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di
ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu
1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2. Kedua-duanya
dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan
hukum lainnya.
Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam
Al Qur’an dikatakan bahwa barang siapa yang beriman dan beramal saleh, pasti
akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Selain memiliki persamaan,
keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di alam, dapat diukur.
Lain halnya dengan sunnatullah yang ada dalam AL-Qur’an. Walaupun hal itu pasti
terjadi, tetapi tidak diketahui secara pasti kapan waktunya.
2.3
Ciri – Ciri Sunnatullah
Wujud
dan ciri hukum Allah/ sunnatullah
a.
Hukum yang diwahyukan/ditulis
Hukum tertulis ini adalah yang diwahyukan Allah kepada para nabi dan
rasul yang terhimpun dalam kitab suci dengan ciri ciri :
1. Melibatkan manusia dengan hak pilihnya (yang baik dan
yang buruk).
2. Time responsnya (cepat reaksi waktunya) panjang, mungkin
lebih panjang dari usia manusia, bahkan sampai masa kehidupan akhirat, oleh
karena itu perlu iman/percaya.
3. Dan sebagiannya, terlihat dari perjalanan sejarah
kemanusiaan (bagaimana akibat orang yang durhaka dan bagaimana dampaknya)
b.
Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis
Hukum
tak tertulis ini ialah hukum yang tidak diwahyukan oleh Allah kepada nabi atau
rasul, dengan ciri:
1. Tidak melibatkan manusia dalam proses berlakunya kemerdekaan
manusia tidak mempengaruhi hukum itu.
2. Time responnya pendek, lebih pendek dari manusia.
3. Dapat dibuktikan dengan pengamatan manusia dan dengan
jalan eksperimen (oleh karena itu, Allah mmerintahkan manusia untuk mengadakan
penyelidikan terhadap kejadian dan keadaan di alam ini).
2.4
Sifat-Sifat Sunnatullah
Ada tiga sifat utama sunnatullah
yang disinggung dalam Al-Qur’an yang dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan
dalam penelitian.
Ketiga sifat itu adalah : 1)
Pasti, 2) Tetap, dan 3) Objektif
Sifat
sunnatullah pertama adalah
ketetapan, ketentuan, atau kepastian, sebagaimana diutarakan dalam Al-Qur’an
berikut ini :
Q.S,
Al-Furqon (25): 2, yang artinya :
“Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”
Q.S
At-Thalaq (65) : 3 yang artinya :
“Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi tiap sesuatu”
Sifat
sunnatullah yang pasti, tentu akan menjamin dan memberi kemudahan kepada
manusia membuat rencana. Seseorang yang memanfaatkan sunnatullah dalam
merencanakan satu pekerjaan yang besar, tidak perlu ragu akan ketetapan
perhitungannya dan setiap orang yang mengikuti dengan cermat
ketentuan-ketentuan yang sudah pasti itu bisa melihat hasil pekerjaan yang
dilakukannya. Karena itu pula, keberhasilan suatu pekerjaan (usaha atau amal)
dapat diperkirakan lebih dahulu. Jika dalam pelaksanaannya suatu rencana atau
pekerjaan orang itu kurang atau tidak berhasil, dapat dipastikan perhitungannya
yang salah bukan kepastian atau ketentuan yang terdapat dalam sunnatullah.
Manusia yang salah membuat suatu perhitungan atau perencanaan dengan mudah
dapat menelusuri kesalahan perhitungan dalam perencanaannya.
Sifat
sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.
Sifat
ini diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut :
Q.S Al-Isro (17): 77, yang artinya :
“Dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan
Kami itu”. Sifat itu selalu terbukti dalam
praktek, sehingga seseorang perencana dapat menghindari kerugian yang mungkin
terjadi kalau rencana dilaksanankan. Dengan sifat sunnatullah yang tidak
berubah-ubah itu seorang ilmuan dapat memperkirakan gejala alam yang terjadi
dan memanfaatkan gejala alam itu. Karena itu seorang ilmuan dengan mudah
memahami gejala alam yang satu dikaitkan dengan gejala alam yang lain yang
senantiasa mempunyai hubungan yang konsisten.
Sifat sunnatullah yang ketiga
adalah obyektif. Sifat ini tergambar pada
firman Allah sebagai berikut :
Q.S.
Al-Anbiya (21): 105, yang artinya :
“bahwasanya
dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh”
Q.S
Ar-Rad (13): 11, yang artinya :
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada oleh mereka sendiri”.
Saleh, artinya
baik atau benar. Orang yang baik dan benar adalah “orang yang bekerja
menurut sunnatullah”. Jadi sunnatullah-lah yang menjadi ukuran kebaikan dan
kebenaran itu. Orang yang berkarya sesuai atau menurut sunnatullah adalah orang
yang “saleh“ atau orang yang baik dan benar. Kesalehan yang dikarenakan telah
menepati sunnatullah merupakan kesalehan umum (universal). Kesalehan universal
ini sebagai sifat objektif secara / keilmuan, yang biasanya sangat signifikan
dijumpai dikalangan para pengembang IPTEK dan para intelektual lainnya. Mereka
amat disiplin untuk mengikuti logika cerdas dan sehat dibantu dengan upaya
pembuktiaan hipotesis yaitu penelitian (istiqra). Dengan demikian kebenaran
yang terdapat dalam sunnatullah adalah kebenaran objektif, berlaku bagi siapa
saja dan dimana saja. Untuk memperoleh predikat manusia saleh sekedar mentaati
sunnatullah, berlaku pada semua manusia tidak terbatas bagi kaum agamis semata
sebab, bagi yang tidak berkarya sebagaimana menurut keharusan aturan-aturan
sunnatullah, seperti pemalas, tidak menempati prinsip kerja yang
efektif-efisien-produktif dan lain-lain, tidak akan mendapat keberuntungan.
Dengan
demikian sunnatullah itu berlaku objektif, karena tidak dipandang saleh bagi
orang islam (misalnya) yang ingin kaya tapi pemalas. Karena orang islam
tersebut tidak saleh terhadap sunnatullah.
2.5
Sunnatullah
dan Alam Semesta
Takdir Allah
pada Alam (Sunnatullah tentang alam) : Akurasi Ketundukan Positif. Taqdir Allah
pada alam berupa sunnatullah (hukum Allah) yaitu ketentuan Allah Subhaanahu
wa Ta'aalaa tentang alam yang dapat dibaca ayat-ayat-Nya (tanda-tandanya)
pada ketundukan alam dan pada ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa
itu.
خَلَقَ
السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ الَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ
وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى الَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ
يَجْرِى ِلأَجَلٍ مُسَمًّى أَلاَهُوَالْعَزِيْزُ الْعغَفَّارُ
Dia menciptakan langit dan bumi
dengan benar. Dia melingkupkan malam atas siang dan melingkupkan siang atas
malam. Dia menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada kadar
waktu yang telah ditentukan. Ingatlah ! Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
(QS. 39/Az-Zumar : 5)
وَالشَّمْسُ
تَجْرِى لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذاَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ
Dan matahari
bergerak pada garis edarnya. Demikian itu taqdir Allah yang Mahakuasa
lagi Maha Mengetahui(QS. 36: Yaasiin Ayat : 38)
وَالْقَمَرَ
قدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقديْمِ
Dan bulan Kami taqdirkan pula tempat-tempat
edarnya. Sehingga manakala ia sampai ke tempat edar yang terakhir, ia kembali
mengecil, melengkung seperti tandan tua (QS. 36: Yaasiin Ayat : 37)
لاَالشَّمْسُ
يَنْبَغِى لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلاَ اللَّيْلُ سَابِقُ
النَّهَارِوَكُلٌّ فِى فَلَكٍ يَسْبَحُوْنَ
Tidak mungkin matahari mencuri
langkah mencapai kecepatan bulan, dan tanda-tanda malampun tidak dapat
mendahului tanda-tanda siang. Masing-masing pada garis edarnya bertasbih (QS.
36: Yaasiin Ayat : 39)
Bertasbihnya alam sebagaimana
matahari bergerak pada garis edarnya adalah ketundukan akurat pada ketentuan
taqdir (sunnatullah) tentang alam. Ketundukan alam sedemikian itulah akurasi
ketundukan positif pada taqdir Allah. Itu pula shalatnya alam kepada Allah Subhaanahu
wa Ta'aalaa.
ثُمَّ
اسْتَوَىإِلَى السَّمَآءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِْلأَرْضِ
ائْتِيَاطَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أًتَيْنَاطَآئِعِيْنَ
Kemudian Dia menyempurnakan
penciptaan langit, ketika itu masih merupakan gas seperti awan. Lalu Allah Subhaanahu
wa Ta'aalaa berfirman kepadanya dan kepada bumi sekaligus : "Datanglah
kalian keduanya baik dengan jalan taat maupun dalam keadaan terpaksa" Keduanya
menjawab : "Kami datang dengan taat" (QS. 41/Fushshilat : 11).
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يُسَبِّحُ لَهُ
مَنْ فِى السَّماوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَآفَّاتٍ كُلُّ قَدْ عَلِمَ صَلاَتَهُ
وَتَسْبِيْحَهُ وَاللهُ عَلِيْمٌ بِمَايَفْعَلُوْنَ
Apakah kau tidak (mau) tahu
bahwasanya Allahlah yang pada-Nya segala yang ada di langit dan di bumi
bertasbih memahasucikan. Juga burung burung dengan mengembangkan sayapnya di
udara. Masing-masingnya sungguh tahu shalat dan tasbihnya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS/24 : An-Nuur : 41).
2.6
Sunnatullah
dan Pengertian Amal Shaleh
Dari
ayat-ayat al-Qur’an di bawah, dapat pula disimpulkan pengertian amal shaleh.
“Dan sungguh
telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh,
bahwasannya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shaleh. Sesungguhnya (apa
yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum
yang menyembah Allah. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi alam semesta.” (QS 21:105-107)
Jika shaleh itu artinya baik atau
benar, maka ukuran kebaikan dan kebenaran itu harus dirujukkan kepada
sunnatullah, sehingga amal shaleh atau amal yang baik atau benar berarti, tidak
bisa tidak melainkan, karya yang sesuai atau menuruti sunnatullah. Maka setiap
karya atau usaha yang tidak sesuai dengan atau tidak mematuhi sunnatullah pasti
tidak akan berhasil dengan baik karena bukan amal yang shaleh. Tidak suksesnya
umat islam sekarang ini dalam menguasai dunia, jelas membuktikan bahwa mereka
belum beramal sesuai dengan sunnatullah. Dengan perkataan lain, umat kita belum
beramal shaleh, secara optimal dan tepat sebagaimana tuntunan al-Qur’an, walaupun
barangkali sudah beriman.
Suatu
kenyataan lain dapat dilihat pada ayat diatas. Dalam kebanyakan ayat al-Qur’an,
perkataan iman selalu digandengkan Allah dengan amal shaleh, sehingga
kebanyakan orang sering memahamkan bahwa amal shaleh tidak mungkin dipisahkan
dengan iman seyogyanya setiap orang yang betul-betul beriman mesti akan beramal
shaleh, karena iman yang benar pasti akan menjadi pendorong utama untuk
melakukan amal shaleh tersebut. Namun, hal yang ideal ini tidak selamanya
terdapat didalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, sebaliknya, betapa banyak
orang yang mengaku beriman, tetapi dalam praktik hidupnya tidak mampu atau
tidak sudi beramal shaleh, karena amal shaleh hanya mungkin dilakukan jika
mengerti dahulu sunnatullah ini, baik yang diwahyukan apalagi yang tidak
diwahyukan. Maka, umat islam generasi sesudah Rasul Allah dahulu telah
memajukkan sains dan teknologi demi dapat melakukan amal shaleh dalam bidang
sunnatullah yang tidak diwahyukan (ayat-ayat qauniyah) ini.
Suatu
kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang belum resmi mengaku beragama islam
namun didalam menangani masalah dunia mereka lebih mampu, seperti bangsa-bangsa
Amerika, Eropa Barat, Jepang, dan lainlainnya.
3.
Kesimpulan
Sunnatullah
terdiri dua suku kata, yaitu sunnah dan Allah. Sunnah artinya adalah kebiasaan.
Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan-ketetapan Allah.
Sunnatullah
terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang
berupa wahyu yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu
Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah
yang tidak tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari
terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Ada
tiga sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam Al-Qur’an yang dapat
ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian.
Ketiga
sifat itu adalah : 1) Pasti, 2) Tetap,
dan 3) Objektif
Sifat sunnatullah pertama adalah ketetapan, ketentuan, atau kepastian.
Sifat sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.
Sifat sunnatullah yang ketiga adalah obyektif.
Taqdir Allah pada alam berupa sunnatullah (hukum Allah)
yaitu ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tentang alam yang dapat
dibaca ayat-ayat-Nya (tanda-tandanya) pada ketundukan alam dan pada ketentuan
Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa itu.
Wujud
dan ciri hukum Allah/ sunnatullah
a.
Hukum yang diwahyukan/ditulis
Hukum tertulis ini adalah yang diwahyukan Allah kepada para nabi dan
rasul yang terhimpun dalam kitab suci
b.
Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis
Hukum
tak tertulis ini ialah hukum yang tidak diwahyukan oleh Allah kepada nabi atau
rasul.
Shaleh itu
artinya baik atau benar, maka ukuran kebaikan dan kebenaran itu harus
dirujukkan kepada sunnatullah, sehingga amal shaleh atau amal yang baik atau
benar berarti, tidak bisa tidak melainkan, karya yang sesuai atau menuruti
sunnatullah. Maka setiap karya atau usaha yang tidak sesuai dengan atau tidak
mematuhi sunnatullah pasti tidak akan berhasil dengan baik karena bukan amal
yang shaleh.
4.
Referensi
Klasfikasi Kandungan
Al-Qur’an Lux 1 Oleh Choiruddin, S.P
ijin copas, thanks
BalasHapus